Senin, 07 November 2016

2. Perjanjian Renville Perjanjian Linggajati

 ternyata merugikan perjuangan bangsa Indonesia, oleh karena itu kedua belah pihak tidak mampu menjalankan isi perjanjian itu. Pertempuran terus menerus terjadi antara Indonesia dengan Belanda. Dalam upaya mengawasi pemberhentian tembak-menembak antara pasukan Belanda dengan TNI, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu komisi jasajasa baik yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Untuk melaksanakan tugas dari Dewan Keamanan PBB, KTN mengadakan perundingan untuk
kedua belah pihak. Tempat perundingan diupayakan di wilayah netral. Amerika Serikat mengusulkan agar perundingan dilaksanakan di atas kapal pengangkut pasukan angkatan laut Amerika Serikat “USS Renville”. Kapal yang berlabuh di Teluk Jakarta ini menjadi tempat perundingan yang dimulai tanggal 8-12-1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, yaitu orang Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian ini menghasilkan persetujuan yang pada intinya sebagai berikut. a. pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui negara Indonesia Serikat b. di berbagai daerah di Jawa, Madura, dan Sumatera diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah daerah-daerah itu mau masuk RI atau masuk Negara Indonesia Serikat Di samping isi pokok perjanjian itu terdapat juga kesepakatan terhadap saransaran dari pihak KTN yang pada intinya mengenai penghentian tembakmenembak dan segera diikuti dengan pembentukan daerah-daerah kosong militer (demiliterized zones).

0 komentar:

Posting Komentar