Rabu, 16 November 2016
Home »
» Konferensi Inter–Indonesia
Konferensi Inter–Indonesia
Konferensi Inter–Indonesia
Konferensi Inter–Indonesia diadakan pada tanggal 19–22 Juli
di Jogjakarta dan pada tanggal 30 Juli sampai tanggal 2
Agustus 1949 di Jakarta. Penyelenggaraan Konferensi InterIndonesia
ini dilatarbelakangi oleh keinginan menjalin
persatuan dan sikap bersama guna menghadapi Belanda
dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) nanti.
Pembicaraan dalam konferensi ini hampir semuanya
mengenai masalah pembentukan Indonesia Serikat (RIS),
terutama mengenai tata susunan dan hak pemerintah RIS
di satu pihak, serta hak negara-negara bagian di lain pihak.
Konferensi yang diselenggarakan antara wakil-wakil
Republik Indonesia dengan pemimpin-pemimpin Bijeenkomst
Voor Federal Overleg (BFO) ini menghasilkan kesepakatan
sebagai berikut.
Gambar 2.8 Setiba di Jogjakarta Jenderal
Soedirman langsung
menemui presiden dan
wakil presiden.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
Tugas Mandiri
Apakah makna yang dapat
diambil dengan kembalinya
presiden, wakil presiden, dan
para pejabat tinggi ke Jogjakarta?
Perundingan Roem-Royen mencapai kesepakatan tanggal 7
Mei 1949 dengan melahirkan persetujuan yang kemudian
dikenal dengan nama “Roem–Royen statements”. Adapun isi
pokok persetujuan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI
untuk berikut ini.
a) Menghentikan perang gerilya.
b) Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian
serta menjaga ketertiban dan keamanan.
c) Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag.
2) Delegasi Belanda menyetujui untuk berikut ini.
a) Mengembalikan pemerintahan RI di Jogjakarta.
b) Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan
membebaskan semua tawanan perang.
c) Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara
di daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19
Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau
daerah dengan merugikan penduduk.
d) Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai
bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e) Berusaha untuk segera mengadakan Konferensi Meja
Bundar (KMB) sesudah pemerintah republik ke
Jogjakarta.
Perjanjian itu sangat menguntungkan Indonesia karena
Belanda harus meninggalkan Jogjakarta, sehingga TNI dapat
memasuki Jogjakarta. Presiden dan wakilnya serta pejabat
tinggi pun dibebaskan dan dapat kembali ke Jogjakarta.
Dengan situasi seperti itu, maka Jenderal Soedirman dapat
kembali ke Jogjakarta dan Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI) menyerahkan kembali mandatnya kepada
Presiden RI di Jogjakarta.
e. Konferensi Inter–Indonesia
Konferensi Inter–Indonesia diadakan pada tanggal 19–22 Juli
di Jogjakarta dan pada tanggal 30 Juli sampai tanggal 2
Agustus 1949 di Jakarta. Penyelenggaraan Konferensi InterIndonesia
ini dilatarbelakangi oleh keinginan menjalin
persatuan dan sikap bersama guna menghadapi Belanda
dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) nanti.
Pembicaraan dalam konferensi ini hampir semuanya
mengenai masalah pembentukan Indonesia Serikat (RIS),
terutama mengenai tata susunan dan hak pemerintah RIS
di satu pihak, serta hak negara-negara bagian di lain pihak.
Konferensi yang diselenggarakan antara wakil-wakil
Republik Indonesia dengan pemimpin-pemimpin Bijeenkomst
Voor Federal Overleg (BFO) ini menghasilkan kesepakatan
sebagai berikut.
58 Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas IX
1) BFO mendukung tuntutan RI atas penyerahan
kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik ataupun ekonomi.
2) Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)
adalah angkatan perang nasional dan TNI menjadi inti
dari APRIS.
3) Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah
RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan
perang sendiri.
4) Negara Indonesia Serikat diganti namanya menjadi
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dalam konferensi ini delegasi RI terdiri atas Moh. Hatta,
Moh. Roem, Soepomo, J. Leimena, Ali Sastroamidjojo,
Djoeanda, Soemitro Djojohadikoesoemo, Soekiman,
Soejono Hadinoto, T.B. Simatupang, dan Soemardi.
Sedangkan delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II dari
Pontianak.
0 komentar:
Posting Komentar