Rabu, 16 November 2016
Home »
» Masa Demokrasi Terpimpin
Masa Demokrasi Terpimpin
Istilah demokrasi terpimpin berasal dari penggalan sila ke
empat Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sejak
itu, praktis kepemimpinan dan pemerintahan bertumpu kepada
Presiden Soekarno. Namun setelah diberlakukannya UUD 1945
dan demokrasi terpimpin, presiden sangat mendominasi
pemerintahan dan sangat menentukan segala urusan yang
berkenaan dengan penataan kehidupan politik di Indonesia.
Akibat pemberlakuan demokrasi terpimpin, hakikat awal
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk menata kembali kehidupan
politik dan pemerintahan yang telah rusak pada masa
demokrasi liberal mengalami penyimpangan. Pemerintahan
cenderung menjadi sentralistik, karena terpusat pada presiden
saja. Kondisi tersebut menjadikan posisi presiden sangat kuat
dan berkuasa, sehingga berkali-kali terjadi penyimpangan dan
pelanggaran terhadap UUD 1945 dalam penyelenggaraan
pemerintahan Indonesia.
a. Pembentukan MPRS
Salah satu upaya yang dilakukan Presiden Soekarno untuk
menata kembali pemerintahan Indonesia adalah
membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) berdasarkan Penpres No.12 Tahun 1959. Menurut
penpres tersebut, tugas MPRS terbatas pada kewenangan
menetapkan GBHN.
Gambar 2.14 Presiden Soekarno sedang membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di
Istana Merdeka.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
68 Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas IX
Dalam kurun waktu 1959–1965, MPRS sempat melaksanakan
Sidang Umum sebanyak tiga kali di Gedung Merdeka
Bandung. Beberapa hasil Sidang Umum tersebut
menunjukkan indikasi kuat bahwa MPRS hanya berfungsi
untuk memperkuat posisi presiden dan tunduk pada segala
keinginan presiden. Beberapa hasil persidangan tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Penetapan pidato presiden (Manifesto Politik Republik
Indonesia) sebagai GBHN.
2) Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur
hidup.
3) Penetapan pidato presiden yang berjudul ‘Berdikari’
(Berdiri di Atas Kaki Sendiri) sebagai pedoman revolusi
dan politik luar negeri Indonesia.
Ketetapan tersebut jelas sebuah pengingkaran terhadap UUD
1945. Karena GBHN merupakan hasil persidangan MPRS
yang mengacu pada kepentingan dan kebutuhan rakyat,
presiden hanya menjabat selama lima tahun, dan politik luar
negeri Indonesia bersifat bebas aktif dan tidak memihak.
b. Pembentukan DPRGR dan Pembubaran DPR Hasil Pemilu
1955
Presiden membubarkan DPR hasil pilihan rakyat pada
Pemilu 1955. Hal ini disebabkan DPR menolak RAPBN
tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Untuk mengganti
DPR, presiden membentuk DPRGR (Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong). Melalui Penpres No. 24 Tahun 1960
seluruh anggota DPRGR diangkat oleh presiden. Akibatnya,
DPRGR pun sangat berpihak pada pemerintah serta
mengikuti seluruh kebijakan dan keputusan pemerintah.
Pembubaran DPR hasil pilihan rakyat pada Pemilu 1955
merupakan sebuah pengkhianatan aspirasi rakyat. Selain itu,
pembubaran DPR oleh presiden sebenarnya merupakan
pelanggaran serius terhadap UUD 1945, karena posisi DPR
dan presiden adalah sejajar. Demikian pula dengan
pengangkatan anggota DPRGR oleh presiden, karena
anggota DPR seharusnya dipilih oleh rakyat.
c. Pembentukan DPAS
Salah satu upaya lain yang dilakukan oleh Presiden Soekarno
untuk menata pemerintahan adalah membentuk Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) menurut Penpres
No. 3 Tahun 1959. Pada pelaksanaannya, DPAS diketuai oleh
presiden sendiri dan para anggotanya pun diangkat oleh
presiden. Seperti halnya MPRS dan DPRGR, DPAS pun
cenderung membela keinginan dan kebijakan pemerintah
karena para anggotanya diangkat oleh presiden sendiri. Hal
ini terbukti bahwa DPAS mengusulkan agar pidato presiden
yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita dijadikan
GBHN yang ditempatkan sebagai Manifesto Politik Republik
Indonesia.
Tugas Mandiri
Apakah tugas MPRS yang
dibentuk setelah keluarnya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959?
Dengan berlakunya kembali UUD
1945, kemudian dibentuk kabinet
dengan Ir. Juanda sebagai
Menteri Pertama. Kabinet yang
terbentuk dinamai Kabinet Kerja
dengan program yang disebut Tri
Program.
– Sandang pangan
– Keamanan
– Perjuangan merebut Irian
Barat
Wawasan Sosial
Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 69
Lakukan diskusi dengan temanmu
sebangku mengenai akibat ajaran
Nasakom! Kumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari buku
dan sumber yang lain!
Tugas Bersama
d. Penghapusan Jabatan Wakil Presiden
Sejak 1 Desember 1956, Wakil Presiden Mohammad Hatta
mengundurkan diri dari jabatannya. Sejak itulah jabatan
wakil presiden kosong. Selanjutnya Presiden menetapkan
jabatan wakil presiden dihapuskan dan untuk menggantikannya,
presiden membuat sebuah jabatan yang disebut Menteri
Pertama. Pada 9 Juli 1959, presiden membentuk sebuah
kabinet yang dinamakan Kabinet Kerja. Jabatan menteri
pertama dalam kabinet tersebut dijabat oleh Ir. Juanda.
e. Ajaran Nasakom
Ketika memasuki masa demokrasi terpimpin presiden
mencoba untuk merumuskan sebuah pemahaman
kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyatukan tiga
paham utama di Indonesia, yakni nasionalis, agama, dan
komunis. Pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara
tersebut dinamakan ajaran Nasakom.
Presiden menyatakan bahwa Nasakom merupakan cermin
kesatuan berbagai paham yang ada di Indonesia. Menurutnya,
persatuan seluruh Indonesia dapat terwujud dengan
menerima dan mengamalkan ajaran Nasakom. Sejak
dicetuskannya ajaran Nasakom, pemerintah giat memasyarakatkan
ajaran itu ke tengah-tengah masyarakat.
Pada kenyataannya, ajaran Nasakom ternyata dimanfaatkan
oleh PKI untuk kepentingan-kepentingan penyebaran paham
komunisme di Indonesia. Perlahan-lahan, ajaran Nasakom
digunakan oleh PKI untuk menggusur Pancasila sebagai
dasar negara.
f. Pembatasan Partai Politik
Ketika memasuki masa demokrasi terpimpin, presiden
mencoba membatasi kegiatan partai-partai politik. Presiden
mengeluarkan penpres yang isinya membatasi ruang gerak
aktivitas politik. Partai politik yang tidak memenuhi syarat
sesuai penpres akan dibubarkan. Akibatnya, dari 28 partai
politik yang ada menjadi 11 partai saja.
Gambar 2.15 Pimpinan Partai Masyumi dan PSI. Kedua partai tersebut kemudian
dinyatakan sebagai partai terlarang.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
70 Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas IX
Pembatasan jumlah dan kegiatan partai politik semakin
memperkuat kedudukan dan posisi presiden, karena tidak
ada lagi kontrol dan kritik jalannya pemerintahan. Beberapa
partai politik yang sering bersuara kritis terhadap kebijakan
presiden pun dibubarkan.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 200 Tahun 1960 dan No.
201 Tahun 1960, pada tanggal 17 Agustus 1960 pemerintah
membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosial Indonesia (PSI).
g. Politik Poros dan Politik Mercusuar
Pemikiran presiden yang revolusioner ketika itu akhirnya
membawa Indonesia menyimpang dari peran politik luar
negeri bebas aktif yang ditandai dengan berbagai kebijakan
yang menempatkan Indonesia lebih dekat dengan negaranegara
blok Timur. Padahal, Indonesia merupakan salah satu
negara anggota Gerakan Nonblok.
Pandangan politik presiden ketika itu menyatakan bahwa
di dunia ini ada dua kekuatan yang saling berlawanan yakni
kekuatan OLDEFO (Old Emerging Forces) atau blok Barat
dan NEFO (New Emerging Forces) atau blok Timur. Menurut
presiden, OLDEFO merupakan kekuatan lama yang
beranggotakan negara-negara kolonialis yang bersifat
kapitalis.
Sementara NEFO adalah kekuatan baru yang mewakili sikap
antikolonialis dan antikapitalis. Presiden menetapkan bahwa
Indonesia merupakan salah satu pilar kekuatan NEFO. Sejak
itu, Indonesia cenderung menjaga jarak dengan negara-negara
blok Barat dan lebih dekat dengan negara-negara blok Timur.
Politik akibat pandangan NEFO dan OLDEFO tersebut
berkembang menjadi lebih keras dengan dilancarkannya
politik poros oleh pemerintah Indonesia. Oleh karena itu,
terjadilah politik luar negeri yang mengutamakan poros
tertentu seperti Poros Jakarta–Peking (Indonesia dan Cina),
Poros Jakarta–Phnom Penh–Hanoi–Peking–Pyongyang
(Indonesia, Kamboja, Vietnam Utara, Cina, dan Korea Utara).
Hal ini berarti Indonesia lebih memihak blok sosialis/komunis,
sehingga politik luar negeri tidak bebas dan aktif lagi.
Selanjutnya sebagai negara yang menjadi pilar NEFO,
presiden melakukan kebijakan politik mercusuar dengan
membuat berbagai proyek besar untuk memunculkan citra
Indonesia sebagai negara kuat. Politik mercusuar meliputi
pembangunan kompleks olahraga Gelora Bung Karno dan
penyelenggaraan pesta olahraga GANEFO (Games of the New
Emerging Forces)
0 komentar:
Posting Komentar