Rabu, 16 November 2016

Tumbangnya Orde Lama (Rezim Soekarno) dan naiknya Orde Baru (Rezim Soeharto)

Jatuhnya Rezim Soekarno dan Soeharto mempunyai kesamaan, yaitu atas andil para mahasiswa dalam aksi unjuk rasa. Berikut kamu akan memperoleh kejelasan mengenai kronologi tumbangnya Orde Lama dan naiknya Orde Baru. GANEFO diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 10–12 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 46 kontingen. Wawasan Sosial Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 71 a. Tumbangnya Orde Lama Peristiwa G 30S/PKI dan melambungnya harga-harga barang pokok memicu terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat. Demonstrasi ini dipelopori oleh para mahasiswa dan pelajar. Para mahasiswa mengoordinasikan gerakan unjuk rasa mereka dengan membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), sementara para pelajar membentuk KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Kegiatan mahasiswa tersebut segera diikuti oleh elemen masyarakat lain. Pada tanggal 10 Januari 1966, KAMI dan KAPPI melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan kantor DPRGR. Akhirnya, tercetuslah Tri Tuntutan Hati Nurani Rakyat atau lebih dikenal dengan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang terdiri atas tiga poin utama, yaitu sebagai berikut. 1) Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya. 2) Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI. 3) Turunkan harga barang-barang. Setelah dikemukakannya Tritura, pemerintah tampaknya tetap tidak mau mendengarkan tuntutan tersebut. Presiden justru melakukan perombakan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan tersebut dijuluki Kabinet Seratus Menteri karena terdiri atas banyak menteri. Pada tanggal 24 Februari 1966, presiden hendak melakukan pelantikan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan di Istana Merdeka. Saat itu, para mahasiswa berunjuk rasa dan memblokir jalan-jalan menuju Istana Merdeka untuk menggagalkan pelantikan tersebut. Dalam suasana seperti itu, terjadi bentrokan antara mahasiswa dan tentara yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa bernama Arief Rachman Hakim. Keesokan harinya, pemerintah membubarkan KAMI. Angkatan darat yang pada masa demokrasi terpimpin merupakan saingan PKI pun sejak awal jelas mendukung aksi Tritura. Bentuk dukungan yang dilakukan oleh angkatan darat meliputi beberapa hal. Misalnya, kodamkodam se-Indonesia melarang pembentukan Barisan Soekarno di wilayahnya masing-masing. Kemudian, Kodam Jaya ikut memberikan perlindungan pada mahasiswa mantan anggota KAMI saat membentuk Laskar Arief Rachman Hakim. Keamanan negara saat itu sangat gawat karena pemerintah sudah tidak mempunyai wibawa di mata rakyat. Karena itu, guna memulihkan keamanan negara, tiga orang perwira tinggi angkatan darat, yakni Mayjen. Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran), Brigjen. M. Yusuf (Menteri Perindustrian), dan Brigjen. Amir Mahmud (Panglima Kodam Jaya) menghadap presiden di Istana Bogor. Pada kesempatan itu, mereka menyampaikan bahwa Angkatan Gambar 2.16 Rakyat menyambut pelantikan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan dengan demontrasi yang menelan korban, Arief Rachman Hakim. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 72 Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas IX Darat tidak akan pernah mengkhianati presiden. Selain itu, mereka mengusulkan agar Men/Pangad Letjen. Soeharto diberi kepercayaan untuk memulihkan keamanan. Setelah itu, presiden mengeluarkan surat perintah kepada Men/Pangad untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Berdasarkan wewenang Supersemar, Men/Pangad segera mengambil beberapa kebijakan yang dianggap perlu di antaranya sebagai berikut. 1) Membubarkan PKI dan seluruh ormasnya serta menyatakan PKI sebagai partai terlarang. 2) Mengamankan 15 orang menteri yang diduga kuat terlibat atau mendukung G 30S/PKI 3) Membersihkan MPRS dan lembaga negara lain dari unsur-unsur G 30S/PKI dan mengembalikan peran lembaga-lembaga itu sesuai UUD 1945. b. Naiknya Orde Baru Sejak dikeluarkannya Supersemar, pemerintah mencoba untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya penataan tersebut difokuskan pada lembaga pemerintahan. Pada pelaksanaannya, penataan tersebut berimbas pada jatuhnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai pemegang kekuasaan. Sebagai tindak lanjutnya dilakukan reorganisasi MPRS. MPRS yang pada masa demokrasi terpimpin tidak dapat melaksanakan kedaulatan rakyat karena cenderung tunduk pada kebijakan pemerintah, diupayakan agar kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara dapat pulih. Selanjutnya guna menciptakan stabilitas politik, MPRS mengadakan Sidang Umum yang ke-4 di Jakarta pada tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966. Keputusan penting yang dihasilkan dalam Sidang Umum tersebut adalah sebagai berikut. 1) Menetapkan Supersemar sebagai ketetapan MPR. 2) Mengembalikan kedudukan seluruh lembaga negara pada posisi yang diatur dalam UUD 1945. 3) Menetapkan rencana penyelenggaraan pemilu selambatlambatnya pada 5 Juli 1968. 4) Mencabut ketetapan MPRS yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. 5) Menetapkan pembubaran PKI dan ormas-ormasnya. 6) Menetapkan pelarangan penyebaran ajaran Marxisme dan komunisme di Indonesia. 7) Menetapkan sumber tertib hukum RI dan tata urutan peraturan perundang-undangan RI. 8) Menetapkan penegasan kembali politik luar negeri RI. Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 dimulailah koreksi total atas penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Lama serta usaha untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Atas dasar itu, tanggal 11 Maret dijadikan sebagai hari lahirnya Orde Baru. Supersemar merupakan tonggak lahirnya Orde Baru. Wawasan Sosial Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 73 Untuk memperbaiki lembaga pemerintahan, Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuk Kabinet Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Kabinet ini dibentuk untuk menjamin pelaksanaan Tritura di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Kabinet Ampera diresmikan pada 28 Juli 1966 untuk masa kerja dua tahun. Kabinet Ampera masih berada di bawah Presiden Soekarno, namun dalam pelaksanaannya Soeharto sebagai pemegang mandat Supersemar ditempatkan sebagai ketua presidium yang memimpin kabinet. Akibatnya, terjadi dualisme kepemimpinan nasional. Di satu sisi, Soekarno masih memegang jabatan presiden, sedang di sisi lain Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Namun, pada tanggal 7–12 Maret 1967 MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Soekarno. Pidato jawaban presiden atas tuntutan MPRS yang diberi judul Nawaksara ditolak MPRS sehingga Presiden Soekarno harus turun dari jabatannya. Peristiwa tersebut melapangkan jalan bagi Soeharto sebagai orang yang dianggap paling berjasa dalam penanganan peristiwa G 30S/ PKI. Kemudian MPRS mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden RI. Akhirnya, dalam Sidang Umum MPRS 21–30 Maret 1968 secara resmi mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI. Maka, kekuasaan panjang Soeharto di Indonesia selama 32 tahun pun dimulai.

0 komentar:

Posting Komentar